Tenaga Teknis Kefarmasian

Selasa, 09 September 2014

Undang Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang : Kesehatan




B A B II

ASAS DAN TUJUAN
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berasaskan perikemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
B A B III
HAK DAN KEWAJIBAN
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungannya
B A B IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelenggarakan upaya kesehatan
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh mayarakat.
Pemerintah bertugas menggerakan peran serta masyarakat dalam menyelenggarakan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi sosial sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
B A B V
UPAYA KESEHATAN
Bagian Pertama
U m u m
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan.
1. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan :
    1. kesehatan keluarga;
    2. perbaikan gizi;
    3. pengamanan makanan dan minuman;
    4. kesehatan lingkungan;
    5. kesehatan kerja;
    6. kesehatan jiwa;
    7. pemberantasan penyakit;
    8. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
    9. penyuluhan kesehatan masyarakat;
    10. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
    11. pengamanan zat adiktif;
    12. kesehatan sekolah;
    13. kesehatan olah raga;
    14. pengobatan tradisional;
    15. kesehatan matra;
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.
Bagian Kedua
Kesehatan Keluarga
1. Kesehatan keluarga diselenggarakan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia, dan sejahtera.
2. Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak, dan anggota keluarga lainnya.
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa prakehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa di luar kehamilan, dan persalinan
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan :
    1. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
    2. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;
    3. dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya;
    4. pada sarana kesehatan tertentu.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
1. Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.
2. Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan
    1. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
    2. dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
    3. pada sarana kesehatan tertentu.
3. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara alami sebagai dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Kesehatan anak diselengarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
  2. Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia prasekolah dan usia sekolah.
  1. Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan keluarga dalam keluarganya.
  2. Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19
  1. Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.
  2. Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.
Bagian Ketiga
Perbaikan Gizi
  1. Perbaikan gizi diselenggarakan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan gizi.
  2. Perbaikan gizi meliputi upaya peningkatan status dan mutu gizi, pencegahan, penyembuhan, dan atau pemulihan akibat gizi salah.
Bagian Keempat
Pengamanan Makanan dan Minuman
  1. Pengaman makanan dan minuman diselenggarakan utuk melindungi masyarakat dari makanan yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan.
  2. Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi
a. bahan yang dipakai;
b. komposisi setiap bahan;
c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa;
d. ketenuan lainnya.
3. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dan disita untuk dimusnakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Kesehatan Lingkungan
  1. Kesehatan lingkngan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat.
  2. Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya.
  3. Kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit, dan penyehatan atau pengamanan lainnya.
  4. Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan.
  5. Ketentuan mengenai penyelenggaraan kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat 4) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian keenam
Kesehatan Kerja
  1. Kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.
  2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja,pencegahan penyakit akibat kerja, dan kesehatan kerja.
  3. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
  4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) dan Ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Kesehatan Jiwa
  1. Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional.
  2. Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.
  3. Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
  1. Pemerintah melakukan pengobatan dan perawatan, pemulihan, dan penyaluran bekas penderita gangguan jiwa yang telah selesai menjalani pengobatan dan atau perawatan ke dalam masyarakat.
  2. Pemerintah membangkitkan, membantu, dan membina kegiatan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa, pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa, pemulihan serta penyaluran bekas penderita ke dalam masyarakat.
  1. Penderita gangguan jiwa yang dapat menimbulkan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban umum wajib diobati dan dirawat di sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya.
  2. Pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa dapat dilakukan atas permintaan suami atau istri atau wali atau anggota keluarga penderita atau atas prakarsa pejabat yang bertanggung jawa atas keamanan dan ketertiban di wilayah setempat atau haakim pengadilan bilamana dalam suatu perkara timbul persangkaan bahwa yang bersangkutan adalah penderita gangguan jwa.
Ketentuan mengenai kesehatan jiwa dan upaya penanggulangannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedelapan
Pemberantasan Penyakit
(1) Pemberantasan Penyakit diselenggarakan untuk menurunkan angka kesakitan dan atau angka kematian.
2) Pemberantasan penyakit dilaksanakan terhadap penyakit menular dan penyakit tidak menular.
(3) Pemberantasan penyakit menular atau penyakit yang dapat menimbulkan angka kesakitan dan atau angka kematian yang tinggi dilaksanakan sedini mungkin.
Pemberantasan penyakit tidak menular dilaksanakan untuk mencegah dan mengurangi penyakit dengan perbaikan dan perubahan perilaku masyarakat dan dengan cara lain.
Pemberantasan penyakit menular dilaksanakan dengan upaya penyuluhan, penyelidikan, pengebalan, menghilangkan sumber dan perantara penyakit, tindakan karantina, dan upaya lain yang diperlukan.
Pemberantasan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dan penyakit karantina dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Bagian Kesembilan
Penyembuhan Penyakit dan Pemulihan Kesehatan
  1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatn diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.
  2. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan.
  3. Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
  4. Pelaksanakan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
  5. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
  1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implan obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik dan rekonstruksi.
  2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
  1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
  2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya,
  3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
  2. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
  2. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan impaln sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
  2. Bedah plastik dan rekonstruksi tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  3. Ketentuan mengenai syarat dan tatacara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemeintah.
Bagian Kesepuluh
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
  1. Penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan.
  2. Ketentuan mengenai penyuluhan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan Perauran Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang dsebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.
  1. Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau baku standar lainnya.
  2. Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
  1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya apat diedarkan setelah mendapat izin edar
  2. Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivias dan kelengkapan serta tidak menyesatkan.
  3. Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian tebukti tidak memenuhi mutu dan atau keamanan dan atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar.
Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
Bagian Kedua Belas
Pengamanan Zat Adiktif
Pasal 44
  1. Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan keluarga, masyarakat, dan lingkungannya.
  2. Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif harus memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan.
  3. Ketentuan mengenai pengaman bahan mengandung zat adiktif sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Belas
Kesehatan Sekolah
  1. Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
  2. Kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselenggarakan melalui sekolah atau lembaga pendidikan lain.
  3. Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Belas
Kesehatan Olahraga
1. Kesehatan olahraga diselenggarakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan melalui kegiatan olahraga
2. Kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) diselenggarakan melalui sarana olahraga atau sarana lain.
3. Ketentuan mengenai kesehatan olahraga sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima Belas
Pengobatan Tradisional
  1. Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan.
  2. Pengobatan tradisional sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) perlu dibina dan diawasi untuk diarahkan agar dapat menjadi pengobatan dan atau perawatan cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
  3. Pengobatan tradisional yang sudah dapat dipertanggungjawabkan maanfaat dan keamanannya perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
  4. Ketentuan mengenai pengobatan tradisional sebagamana dimaksud dalam Ayat (2) dan Ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Belas
Kesehatan Matra
  1. Kesehatan matra sebagai bentuk khusus upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dalam lingkungan matra yang serba berubah.
  2. Kesehatan matra meliputi kesehatan lapangan, kesehatan kelautan dan bawah air, serta kesehatan kedirgantaraan.
  3. Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
SUMBER DAYA KESEHATAN
Bagian Pertama
Umum
Sumber daya kesehatan meupakan semua perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan sebagai pendukung penyelenggaraan upaa kesehatan, melputi :
    a. Tenaga kesehatan;
    b. Sarana kesehatan;
    c. Perbekalan kesehatan;
    d. Pembiayaan kesehatan;
    e. Pengelolaan kesehatan;
    f. Penelitian dan pengembangan kesehatan.
Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan
  1. Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.
  2. Ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Pengadaan tenaga kesehatan untuk memenuhi kebutuhan diselenggarakan antara lain melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan.
  2. Ketentuan mengenai penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
  2. Tanaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
  3. Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
  4. Ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
  2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditentukan oleh Majelis disiplin Tenaga Kesehatan.
  3. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas, fungsi, dan tata kerja Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
  1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.
  2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Sarana Kesehatan
  1. Sarana kesehatan meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktik dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademi kesehatan, balai pelatihan kesehatan, dan sarana kesehatan lainnya.
  2. Sarana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
  1. Sarana kesehatan berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar atau upaya kesehatan rujukan dan atau kesehatan penunjang.
  2. Sarana kesehatan dalam penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tetap memperhatikan fungsi sosial.
  3. Sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitihan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
  1. Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum.
  2. Sarana kesehatan tertentu sebagaiamana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan oleh pemerintah.
  1. Semua penyelenggaraan sarana kesehatan haarus memiliki izin.
  2. Izin penyelenggaraan sarana kesehatan diberikan dengan memperhatikan pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
  3. Ketentuan mengenai sayarat dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraan sarana kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Perbekalan Kesehatan
Perbekalan kesehatan yang diperlukan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan perbekalan lainnya.
  1. Pengolahan perbekalan kesehatan dilakukan agar dapat terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta perbekalan lainnya yang terjangkau oleh masyarakat.
  2. Pengelolaan perbekalan kesehatan yang berupa sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan kemanfaatan, harga, dan faktor yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan.
  3. Pemerintah membantu penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan.
  1. Pengadaan dan penggunaan sediaan faarmasi dan alat kesehatan dibina dan diarahkan agar menggunakan potensi nasional yang tersedia dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup termasuk sumber daya alam dan sosial budaya.
  2. Produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik yang berlaku dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam farmakope Indonesia atau buku standar lainnya dan atau syarat lain yang ditetapkan.
  3. Pemerintah mendorong, membina, dan mengarahkan pemanfaatan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan dalam rangka mewujudkan drajat kesehatan yang optimal.
  1. Pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakuan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
  2. Ketentuan mengenai pelaksanaan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetakan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Pembiayaan Kesehatan
  1. Penyelengaraan upaya kesehatan dibiayai oleh pemerintah dan atau masyarakat.
  2. Pemerintah membantu upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terutama upaya kesehatan bagi masyarakat rentan.
  1. Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiayaannya dilaksanakan secara praupaya, berasaskan usaha bersama dan kekeluargaan.
  2. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyaarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.
  3. Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif.
  4. Ketentuan mengenai penyelengaraan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Pengelolaan Kesehatan
  1. Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat diarahkan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan aagar upaya kesehatan dapat dilaksanakan secara berdayaguna dan berhasilguna.
  2. Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian program serta sumber daya yang dapat menunjang peningkatan upaya kesehatan.
Pengelolaan kesehatan yang diselengarakan oleh pemerintah dilaksanakan oleh perangkat kesehatan dan badan pemerintah lainnya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Bagian Ketujuh
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
  1. Penelitian dan pengembangna kesehatan dilaksanakan untuk memilih dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang diperlukan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.
  2. Penelitian pengembangan, dan penerapan hasil penelitian pada manusia sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  3. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia haarus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan.
  4. Ketentuan mengenai penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan Ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan pemerintah.
  1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tanaga kesehatan.
  2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
  3. Ketentuan mengenai bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
  1. Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan beserta sumber dayanya.
  2. Pemerintah membina, mendorong, dan menggerakkan swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan agar dpat lebih berdayaguna dan berhasilguna.
  3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara peranan serta masyarakat dibidang kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
  1. Peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan dalam ikut menentukan kebijaksanaan pemerintah pada penyelenggaraan kesehatan dapat dilakukan melalui Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional, yang beranggotakan tokoh masyarakat dan pakar lainnya.
  2. Ketentuan mengenai pembentukan, tugas pokok, fungsi, dan tata kerja Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Pertama
Pembinaan
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan.
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diarahkan untuk
  1. mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal;
  2. terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan perbekalan kesehatan yang cukup, aman, bermutu, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat;
  3. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan;
  4. memberikan kemudahan dalam rangka menunjang peningkatan upaya kesehatan;
  5. meningkatkan mutu pengabdian profesi tenaga kesehatan.
Ketentuan mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan atau sarana kesehatan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini.
Ketentuan mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
PENYIDIKAN
  1. Selain penyidik pejabat polisi negara Republik Indonesia juga kepada pejabat pegawai negeri tertentu di Departemen Kesehatan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76; Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
  2. Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) berwenang
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang kesehatan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan;
d. melakukan pemeriksaan atas surat dan atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang kesehatan;
e. melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan atau barang bukti dalam perkara tindak pidana di bidang kesehatan;
f. meminta bantuan ahli dlam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan;
g. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti yang membuktikan tentang adanya tindak pidana di bidang kesehatan.
3. Kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dlam Ayat (2) dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB X
KETETUAN PIDANA
  1. Barangsiapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (1) dan Ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  2. barangsiapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggaraakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  3. Barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam melaksanakan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 aayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
  4. Barangsiapa dengan sengaja
a. mengedarkan makanan dan atau minuman yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Ayat (3);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuhi syarat farmakope Indonesia dan atau uku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 Ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan degan sengaja
a. melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1);
b. melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dlam Pasal 36 Ayat (1);
c. melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000.00 (seratus empat puluh juga rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja
a. mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2);
b. memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Ayat (2);
c. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1);
d. menyelenggarakan penelitian dan atau pengmbangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia tanpa memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan serta norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dan Ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (trujuh) tahun dan aatau pidana denda paling banyak Rp. 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).
  1. Barangsiapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja
a. melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Ayat (4);
b. melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1);
c. melakukan implan obat sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (10);
d. melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1);
e. melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2);
dipidana dengan pidana penjara paing lama 5 (lima) tahun dan atau pidana dengan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja
a. melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (2);
b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat tradisional yang tidak memenuhi standar dan tau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 Ayat (2);
c. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmassi berupa kosmetika yang tidak memenuhi standar dan tatau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (2);
d. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan penandan dan informasi sebagaimana dimassud dalam Pasal 41 Ayat (2);
e. memproduksi dan atau menggedarkan bahan yang mengandung zat adiktif yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 Ayat (2);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Ancaman pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 80, Pasal 81, dam Pasal 82 ditambah seperempat apabila menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian.
Barangsiapa
  1. mengedarkan makanan dan atau minuman yang dikemas tanpa mencantumkan tanda atau label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2)
  2. menyelenggarakan tempat atau sarana pelayanan umum yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan lingkungan yang sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4);
  3. menyelenggarakan tempat kerja yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3);
  4. menghalangi penderita gangguan jiwa yang akan diobaati dan atau dirawat pada sarana pelayanan kesehatan jiwa atau sarana pelayanan kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Ayat (1);
  5. menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Ayat (1) atau tidak memilki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 Ayat (1)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 80, Pasal 81, dan Pasal 82 adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 84 adalah pelanggaran.
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan undang-undang ini dapat ditetapkan denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari
  1. Undang-undang Nomor 3 tahun 1953 tentang Pembukaan apotik (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 18)
  2. Undang-undang Nomor 18 tahun 1953 tentang Penunjukan Rumah Sakit-Rumah Sakit Pertikulir Yang Merawat Orang-orang Miskin dan Orang-Orang Yang Kurang Mampu (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 48);
  3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2068);
  4. Undang-undang Nomr 11 Tahun 1962 tentang Hygiene untuk Usaha-usaha bagi Umum (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2475);
  5. Undang-undang Nomor 6 Tahun tentang Tenaga Kesehatan (Lembaga Negara tahun 1963 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2576);
  6. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi (Lembaga Negara tahun 1963 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2580);
  7. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1964 tentang Wajib Kerja Tenaga Paramedis (Lembaga Negara tahun 1964 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2698);
  8. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene (Lembaran negara tahun 1966 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2804);
  9. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1966 tentang Kesehatn Jiwa (Lembaran Negara tahun 1966 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2805);
Pada saat diundangkannya undang-undang ini masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti degan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
  1. Dengan berlakunya undang-undang ini sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat yang belum berbentuk dalam hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Ayat (1), tetap dapat melaksanakan, fungsinya sampai dengan disesuaikan bentuk badan hukumnya.
  2. Penyesuaian bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Aat (1) wajib dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak tanggal mulai berlakunya undang-undang ini.
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
S O E H A R T O
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 September 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 Nomor 100
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3495

DOWNLOAD : KLIK

0 komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Pria Punya Selera

Kagol Asmoro

Megat dadakan dikirane mergo nduwe selingkuhan, nek direncanakan engko dianggep ra tenanan. Makane sebelum jadian ki sinauo pegatan

Blog Archive