Tenaga Teknis Kefarmasian

Selasa, 25 November 2014

GUDANG FARMASI


Definisi 

      Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan. Selain untuk penyimpanan, gudang juga berfungsi untuk melindungi bahan (baku dan pengemas) dan obat jadi dari pengaruh luar dan binatang pengerat, serangga, serta melindungi obat dari kerusakan. Agar dapat menjalankan fungsi tersebut, maka harus dilakukan pengelolaan pergudangan secara benar atau yang sering disebut dengan manajemen pergudangan (Priyambodo, 2007).

Manfaat Pergudangan 
Manfaat pergudangan adalah untuk: 
1. Terjaganya kualitas dan kuantitas perbekalan kesehatan. 
2. Tertatanya perbekalan kesehatan. 
3. Peningkatan pelayanan pendistribusian. 
4. Tersedianya data dan informasi yang lebih akurat, aktual, dan dapat dipertanggungjawabkan.
5. Kemudahan akses dalam pengendalian dan pengawasan.
6. Tertib administrasi (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009)


Syarat-syarat Gudang 
       Agar dapat menjalankan fungsinya dengan benar, maka gudang harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam cara pembuatan obat yang baik (CPOB), diantaranya: 2.3.1 Harus ada prosedur tetap (Protap) yang mengatur tata cara kerja bagian gudang termasuk di dalamnya mencakup tentang tata cara penerimaan barang, penyimpanan, dan distribusi barang atau produk. 
2.3.2 Gudang harus cukup luas, terang dan dapat menyimpan bahan dalam keadaan kering, bersuhu sesuai dengan persyaratan, bersih dan teratur. 
2.3.3 Harus terdapat tempat khusus untuk menyimpan bahan yang mudah terbakar atau mudah meledak (misalnya alkohol atau pelarut-pelarut organik). 
2.3.4 Tersedia tempat khusus untuk produk atau bahan dalam status ‘karantina’ dan ‘ditolak’. 
2.3.5 Tersedia tempat khusus untuk melakukan sampling (sampling room) dengan kualitas ruangan seperti ruang produksi (grey area). 
2.3.6 Pengeluaran bahan harus menggunakan prinsip FIFO (First In First
Out) atau FEFO (First Expired First Out) (Priyambodo, 2007).

Bangunan 

Area penyimpanan harus dirancang untuk memastikan kondisi penyimpanan yang baik sebagai berikut: 
a. Kebersihan dan hygiene
b. Kelembaban (kelembaban relatif tidak lebih dari 60%).
c. Suhu harus berada dalam batasan yang diterima (8-250C). 
d. Bahan dan material yang disimpan tidak boleh bersentuhan langsung dengan lantai. 
e. Jarak antar bahan mempermudah pembersihan dan inspeksi. 
f. Pallet harus disimpan dalam kondisi yang bersih dan terawat (United Arab Emirates Ministry of Health Drug Control Department, 2006).

Denah Bangunan 

             Gudang harus mempunyai tata letak ruang yang baik untuk memudahkan penerimaan, penyimpanan, penyusunan, pemeliharaan, pencarian, pendistribusian dan pengawasan material dan peralatan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009). 

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang tata letak gudang adalah sebagai berikut: 
1. Untuk kemudahan bergerak, gudang jangan disekat-sekat, kecuali jika diperlukan. Perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan. 
2. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran material dan peralatan, tata letak ruang gudang perlu memiliki lorong yang ditata berdasarkan sistem: a. Arah garis lurus. b. Arah huruf U. c. Arah huruf L. 
3. Pengaturan sirkulasi udara. Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan, termasuk pengaturan kelembaban udara dan pengaturan pencahayaan. 
4. Penggunaan rak dan pallet yang tepat dapat meningkatkan sirkulasi udara, perlindungan terhadap banjir, serangan hama, kelembaban dan efisiensi penanganan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2009).

Pembagian Area Gudang 

      Gudang di industri farmasi terbagi dalam beberapa area antara lain: 

1. Area penyimpanan Area penyimpanan harus memiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan dengan rapi dan teratur. Bahan-bahan yang disimpan dalam gudang antara lain bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk jadi, produk dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Produk ditangani dan disimpan dengan cara yang sesuai untuk mencegah pencemaran, campur baur dan pencemaran silang. Area penyimpanan diberikan pencahayaan yang memadai sehingga semua kegiatan dapat dilakukan secara akurat dan aman. Bahan atau produk yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus (seperti suhu dan kelembaban) harus dikendalikan, dipantau dan dicatat, seperti: a. Obat, vaksin dan serum memerlukan tempat khusus seperti lemari pendingin khusus (cold chain) dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik. b. Bahan kimia harus disimpan dalam bangunan khusus yang terpisah dari gudang induk.
 c. Peralatan besar/alat berat memerlukan tempat khusus yang cukup untuk penyimpanan dan pemeliharaannya. 

2. Area penerimaan dan pengiriman Area penerimaan dan pengiriman barang harus dapat memberikan perlindungan terhadap bahan dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan harus didesain dan dilengkapi dengan peralatan untuk pembersihan wadah barang. Suhu penyimpanan pada area ini sesuai dengan suhu kamar (≤30oC). 

3. Area karantina Area karantina harus dibuat terpisah dengan penandaan yang jelas berupa label kuning untuk produk karantina dan label hijau untuk produk yang diluluskan dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 
4. Area pengambilan sampel Area pengambilan sampel dibuat terpisah dengan lingkungan yang dikendalikan dan dipantau untuk mencegah pencemaran atau pencemaran silang dan tersedia prosedur pembersihan yang memadai untuk ruang pengambilan sampel.

5. Area bahan dan produk yang ditolak Bahan dan produk yang ditolak disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta mempunyai penandaan yang jelas berupa label merah dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 

6. Area bahan dan produk yang ditarik Produk yang ditarik kembali dari peredaran karena rusak atau kadaluarsa harus disimpan dalam area terpisah dan terkunci serta

 mempunyai penandaan yang jelas dan hanya boleh diakses oleh personil yang berwenang. 
7. Area penyimpanan produk berpotensi tinggi Bahan yang berpotensi tinggi, narkotika, psikotropika, dan bahan yang mudah terbakar atau meledak disimpan di daerah yang terjamin keamanannya. 8. Area bahan pengemas Bahan pengemas cetak merupakan bahan yang kritis karena menyatakan kebenaran produk. Bahan label disimpan di tempat terkunci (BPOM, 2006).

Spesifikasi Gudang

Gudang di industri farmasi mempunyai spesifikasi antara lain: 
1. Lantai: a. Terbuat dari beton padat dengan hardener, bersifat menahan debu dan tidak tahan terhadap tumpahan larutan bahan kimia. b. Terbuat dari beton dilapisi ubin keramik berwarna putih dengan kriteria harus tahan terhadap bahan kimia dan goresan, mudah diperbaiki, memerlukan penutupan celah, keras, dan licin bila basah. 
2. Pencahayaan: 200 Lux (satuan kekuatan cahaya) (BPOM, 2009).

Pembagian Gudang 

Gudang di industri farmasi diklasifikasikan sebagai berikut: 
1. Berdasarkan Suhu Penyimpanan, yaitu: a. Gudang suhu kamar (≤30oC). b. Gudang ber-AC (≤25oC).
 c. Gudang dingin (2-8oC). d. Gudang beku (<0oC). 
2. Berdasarkan Jenis, yaitu: a. Gudang bahan baku: gudang bahan padat dan bahan cair. b. Gudang bahan pengemas. c. Gudang bahan beracun. d. Gudang bahan mudah meledak/mudah terbakar (Gudang api). e. Gudang bahan yang ditolak. f. Gudang karantina obat jadi. g. Gudang obat jadi (BPOM, 2009).

Kapasitas Gudang 

         Salah satu yang sangat mempengaruhi berfungsi atau tidaknya suatu gudang adalah kapasitas gudang itu sendiri. Dalam menentukan kapasitas gudang, maka keadaan yang harus dipertimbangkan adalah keadaan maksimum. Gudang mencapai keadaan maksimum pada saat bahan pengemas belum dipakai, terjadi keterlambatan pemakaian bahan, sedangkan pesanan datang lebih cepat (Lachman, 2008). Untuk menghitung besarnya kapasitas gudang yang harus dipenuhi, maka diperlukan data tentang: 
1. Jumlah pesanan (order quantity) dalam suatu periode tertentu yang dilakukan. 
2. Banyaknya bahan pengemas yang dibutuhkan. 
3. Variasi lead time
4. Fluktuasi pemakaian (Lachman, 2008)











Selasa, 11 November 2014

DMC (Drug Management Cycle)/Manajemen Siklus Obat

Berdasarkan Undang-Undang Farmasi Rumah skit 1333/Menkes/SK/XII/1999:
Adalah bagian tak terpisahkan dari pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada:
1.      Pasien,
2.      Penyediaan obat yang bermutu, termasuk
3.      Pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Agar seorang farmasis/apoteker dapat menjalankan hal tersebut di atas maka diperlukan suatu acuan yang disebut sebagai Drug Management Cycle dan atau Terapeutic Cycle. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai Drug Management Cycle.

Policy and Legal Framework  dalam Drug Management Cycle merupakan suatu sistem kebijakan yang diatur oleh undang-undang yang menjadi dasar atau acuan untuk melakukan kegiatan kefarmasian.
Terdapat  5 faktor  utama dalam Drug Management Cycle yaitu seleksi (selection), pengadaan (procurement), distribusi (distribution), penggunaan (use) dan manajemen pendukung (management support). Dari kelima faktor tersebut, manajemen pendukung merupakan faktor yang paling penting, ketika manajemen pendukung tersebut baik maka keempat faktor lainnya akan baik.


a. Manajemen pendukung
Manajemen adalah tindakan atau seni melakukan, mengatur dan mengawasi sesuatu untuk mencapai sasaran yang efektif dan efisien, dalam hal ini kesehatan masyarakat. Ada banyak alasan mengapa obat perlu dikelola dengan baik dimana agar obat tersedia saat diperlukan, kuantitas mencukupi, mutu menjamin, mendukung “good quality care” di rumah sakit, serta menambah pendapatan rumah sakit swasta. Dari sisi manjemen dan keuangan  diantaranya pengurangan beban manajemen dan administrasi, mengurangi pemborosan, menurunkan biaya pengelolaan dan investasi obat, menghindari kekurangan obat dan menambah pendapatan rumah sakit.
Manajemen pendukung merupakan tahap pengorganisasian, pendanaan, sumber informasi, perencanaan, evaluasi, pelayanan, penelitian dan pengamanan yang mencakup seluru tahap Drug Management Cycle. Perlu diingat bahwa seorang Apoteker harus memiliki kemampuan memanage dirinya sendiri agar dapat menjadi seorang manajer yang berbasis akan hasil. Kemampuan memanage ini dituang dalam manajemen pendukung yang meliputi kemampuan organisasi, management keuangan yang memadai, informasi yang terbaru dalam dunia kesehatan dan yang paling penting yaitu manusia yang bersumber daya.

b.      Seleksi
Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Untuk dapat menyeleksi suatu perbekalan farmasi yang nantinya akan direncanakan harus terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang dapat memberikan gambaran tentang kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit. Adanya proses seleksi obat mengurangi obat yang tidak memiliki nilai terapeutik, mengurangi jumlah jenis obat dan meningkatkan efisiensi obat yang tersedia. Seleksi yang baik, penggunaan obat dan alat-alat kesehatan dapat diukur dengan baik apabila di rumah sakit dibentuk PFT (Panitia Farmasi dan Terapi), formularium rumah sakit dan standar terapi.
Proses penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat didasarkan pada kriteria berikut:
1.      Berdasarkan pola penyakit dan prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
2.      Obat-obat yang telah diketahui penggunaannya (well-known), dengan profil farmakokinetik yang baik            dan diproduksi oleh industri lokal.
3.      Efektif dan aman berdasarkan bukti latar belakang penggunaan obat
4.      Memberikan manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat secara financial.
5.      Jaminan kualitas termasuk bioavaibilitas dan stabilitas
6.      Sedapat mungkin sediaan tunggal.

c.      Pengadaan
Pengadaan adalah suatu pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan, penentuan sistem pengadaan/tender, menjaga kestabilan penganggaran, menjamin kualitas obat, mengadakan penganggaran. Pengadaan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan berdasarkan epidemiologi, konsumsi atau gabungan keduanya dan disesuaikan dana/budget yang ada untuk menghindari stock out yang menumpuk.
Adapun metode-metode pembelian obat dan alat-alat kesehatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi:
1)      Tender terbuka (open tender), yaitu pembelian dengan nilai lebih dari 100 juta, dilakukan dengan pengumuman.
Keuntungan:
- stabilitas harga terjamin dan harga lebih murah
- persediaan/stock barang untuk jangka waktu tertentu terjaga (aman)
Kerugian:
- proses lama (problem kekosongan obat)
- membutuhkan tempat penyimpanan yang luas
- resiko obat macet
2) Tender tertutup (restricted tender), yaitu pembelian yang dilakukan melalui relasi saja.
3) Kontrak (competitive negotiation), yaitu pembelian yang dilakukan dengan cara pendekatan langsung dengan rekanan untuk tawar-menawar demi mencapai persyaratan spesifik.
Keuntungan:
- bisa negosiasi harga
- service delivery ditetapkan
Kerugian:
prosesnya lama dalam negosiasi
4) Langsung (direct procurement), yaitu pembelian langsung ke PBF senilai kurang dari 50 juta.
Keuntungan:
- harga tidak selalu murah
- prosesnya lebih cepat
Kerugian:
- stabilitas harga tidak terjamin
- administrasi banyak dan boros
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk tertentu yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan apoteker. Dalam memilih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut: harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan. Akan tetapi, kriteria yang paling utama harus selalu ditempatkan pada mutu obat dan reputasi pemanufaktur. Selain dengan pembelian, pengadaan obat dan alat kesehatan dapat pula dilakukan dengan cara produksi (baik steril maupun non steril) dan sumbangan/droping atau hibah.

d.      Distribusi
Distribusi obat adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada.
obat adalah tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Apoteker dengan bantuan Panitia Farmasi dan Terapi dan bagian keperawatan harus memberikan kebijakan dan prosedur yang lengkap, untuk distribusi yang aman dari semua obat dan perlengkapan yang berkaitan bagi penderita rawat inap/tinggal dan penderita rawat jalan. Distribusi obat bertujuan agar ketersediaan obat di rumah sakit tetap terpelihara dan mutu obat tetap stabil. Sistem distribusi obat ada 4 yaitu:
1) Unit Dispensing Dose (UDD), yaitu obat diberikan per unit obat
2) One Dailing Dose (ODD), yaitu obat diberikan per hari
3) Floor stock, yaitu persediaan di ruangan
4) Individual Praescription (IP), yaitu resep individu perorangan
Sistem distribusi obat untuk rawat inap adalah ODD (One Dailing Dose), kelebihan dari sistem ini yaitu dapat mengurangi resiko biaya obat karena dapat mengontrol sudah berapa jumlah obat yang digunakan dan jika pasien boleh pulang dapat langsung diganti dengan IP (Individual Praescription). Sedangkan sistem distribusi obat untuk gawat darurat adalah floor stock, dimana semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia dalam ruang tersebut atau pada setiap pos perawatan pasien. Dikombinasi dengan UDD (Unit Dispensing Dose) yaitu sistem pendistribusian obat untuk instalasi gawat darurat dalam pelayanan sekali pakai.

e.       Penggunaan
Penggunaan merupakan kegiatan mulai dari pengambilan obat, peracikan sampai penyerahan pada pasien dengan malkukan skrining resep. Rumah sakit harus mengadakan prosedur rinci dan terdokumentasikan dalam pemberian obat. Untuk melakukan hal tersebut di atas perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
1. Semua obat yang harus diberikan oleh perawat  seperti memulai pemberian infus parenteral, pemberian semua obat i.v dan penambahan obat pada cairan parenteral yang mengalir harus didokumentasikan dan dilakukan oleh perawat yang terlatih dan memiliki  izin dari rumah sakit sesuai dengan undang-undang, dan peraturan kebijakan rumah sakit dalam pemberian obat tersebut.Begitupula dengan pemberian obat oleh terapis pernapasan dan selama situasi darurat juga harus dilakukan oleh tenaga ahli dan terdokumentasikan.
2. Obat yang telah disiapkan untuk pemberian, jika tidak digunakan maka harus dikembalikan ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
3. Obat harus diberikan sesuai dengan waktunya
4. Penderita yang akan diberi obat harus diidentifikasi secara pasti atau positif dengan memeriksa setiap pengenal nama penderita atau nomor rumah sakit, atau cara lain seperti yang telah ditetapkan oleh kebijakan rumah sakit.
5. Obat-obat parenteral yang tidak dicampur bersama dalam satu noodle harus disuntikkan pada tempat penyuntikan berbeda atau secara terpisah, disuntikkan ke dalam tempat penyuntikan dari perangkat pemberian dari suatu cairan i.v yang tersatukan.
6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit  harus menerima salinan dari semua laporan kesalahan obat atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat.

Recent Posts

Pria Punya Selera

Kagol Asmoro

Megat dadakan dikirane mergo nduwe selingkuhan, nek direncanakan engko dianggep ra tenanan. Makane sebelum jadian ki sinauo pegatan

Blog Archive